Minggu, 10 Juni 2018

Opini-Prinsip 'Indahnya Berbagi' Bikin Hoaks Makin Cepat Berkembang

Prinsip 'Indahnya Berbagi' Bikin Hoaks Makin Cepat Berkembang

Rentetan ledakan bom yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo pada Minggu (13/5) dan Senin (14/5) menyisakan duka dan kepedihan mendalam bagi banyak orang.

Teror ledakan bom bunuh diri tak sampai disitu. Peredaran foto, video, dan pesan berantai berisi hoaks melalui layanan media sosial seperti Facebook, Instagram,YouTube, hingga Slideshare pun tak terbendung.

Meski pemerintah melalui Kepolisian dan Kemenkominfo telah mengeluarkan imbauan dan ancaman bagi masyarakat yang membagikan konten terkait kejadian ledakan bom, namun hal itu tak lantas dituruti. Konten-konten yang bisa memicu rasa ketidaknyamanan tetap beredar.

Puncaknya, ada lebih banyak hoaks berantai yang beredar melalui layanan pesan instan seperti WhatsAppdan Telegram tak lama setelah ledakan di kantor Mapolresta Surabaya, kemarin (14/5). Pesan ang mengatasnamakan BIN dan Densus 88 itu menyertakan 25 lokasi yang disebut sebagai lokasi target aksi pengeboman berikutnya.

Menanggapi peredaran hoaks yang kian masif, pengamat teknologi informatika Adi Indrayanto mengakui jika hoaks memang sangat cepat menyebar dan sulit dihalau. Menurutnya, hal itu terjadi lantaran otak manusia memiliki keterbatasan untuk mencerna 'banjir informasi' di era digital seperti sekarang.

"Otak manusia di era information ini overloaded seperti yang terjadi hari ini. Akhirnya tidak cukup waktu untuk mencerna dan memilih berita mana yang benar mana yang hoax. Apalagi hanya melihat judulnya saja yang biasanya kan bombastis," jelasnya melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com.

Ia menjelaskan manusia juga memiliki kesulitan membedakan informasi hoaks lantaran adanya naluri untuk saling berbagi informasi. Terlebih jika informasi tersebut dianggap mengkhawatirkan.

Dosen Institut Teknologi Bandung ini juga mengatakan berita yang mencemaskan cenderung lebih mudah menyebar karena ada unsur ketakutan agar kerabat tidak mengalami hal serupa. Adi juga menyebut hoaks menyebar tak pandang bulu, bisa dari latar belakangan pendidikan atau kalangan apapun. Ia menyebut hoaks memiliki audiens masing-masing tergantung pada topiknya.

"Sama aja. Hanya beda topiknya aja. Hoax masalah perselingkuhan mungkin lebih diminati di komunitas ibu-ibu misalnya dibandingkan anak muda. Hoax politik lebih diminati malah orang-orang berpendidikan yang sudah sadar politik," imbuhnya.

Untuk menekan peredaran 'virus' hoaks semakin viral dan memicu ketakutan, ia mengungkapkan sebaiknya ada antivirusnya sendiri. Bedanya, antivirus yang berisi 'virus informasi' terverifikasi, berbobot, dan logis. "Virus harus dilawan dengan virus yang lain, yaitu vaksin. Itu kan virus yang sudah 'dilemahkan'," ungkapnya seraya memberi solusi.

Ia juga menyebut jika keberadaan mesin ais yang jadi tumpuan Kominfo tak bisa sepenuhnya diandalkan, terutama untuk aplikasi pesan yang terenkripsi. Adi menyarankan ada tim siber khusus yang bertugas menyebarkan konten fakta untuk menekan kabar hoaks yang kadung viral.

Menyediakan fakta melalui situs cek fakta saja menurutnya tak cukup untuk membalap cepatnya laju hoaks.

Senada, pengamat digital sekaligus Ketua Umum Gerakan #Siberkreasi Dedy Permadi menyebut bahwa situs cek fakta masih belum bisa menandingi kecepatan produksi dan penyebaran hoaks. 

"[Warga] bisa menggunakan platform stophoax.id. [Tapi,] kalau mengandalkan platform checker yang disediakan pemerintah tidak akan secepat penyebaran hoaks itu sendiri," tuturnya saat dihubungi lewat sambungan telepon.

Situs stophoax.id sendiri merupakan hasil kerjasama Siberkreasi dengan beberapa institusi seperti Dewan Pers, ICT Watch, Kominfo, Kepolisian, dan beberapa instansi terkait lainnya.

Dedy menyarankan masyarakat melakukan pengecekan mandiri  dan senantiasa menahan diri saat menerima informasi. Sebaiknya dilakukan pengecekan fakta terlebih dulu ke media atau ke situs resmi pemerintah.

Kominfo juga meminta bantuan warga untuk melaporkan temuan konten hoax ledakan bom baik itu berupa pesan, foto maupun video. Jika menemukan konten hoaks, masyarakat bisa melaporkannya melalui kanal-kanal berikut:

Situs: aduankonten.id
Surel: aduankonten@mail.kominfo.go.id
Nomor WhatsApp: 08119224545

Masyarakat juga bisa melaporkan temuan hoaks dengan menyertakan akun @AduanKonten, @BNPTRI, @CCICPolri, dan @DivHumas_Polri.

Ketika menyampaikan laporan konten hoaks, pelapor diminta untuk menyertakan screen capture (tautan konten) yang ditemukan. Selanjutnya laporan akan diproses dan diverifikasi lebih lanjut.

Link : https://m.cnnindonesia.com/teknologi/20180515102542-192-298267/prinsip-indahnya-berbagi-bikin-hoaks-makin-cepat-berkembang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar