Kamis, 14 Juni 2018

Opini-Antara INES, Gerindra, dan Dana Miliaran dari Amerika

Antara INES, Gerindra, dan Dana Miliaran dari Amerika.

Ruko berlantai empat di Kompleks Perkantoran Gedung Arva di Jalan Cikini Raya No. 60, Menteng, Jakarta Pusat, masih tetap ramai meski waktu maghrib hampir tiba. Ada tujuh orang pria tampak masih duduk-duduk di sofa berwarna krem yang ada di ruang tamu.

detikX datang ke ruko itu karena penasaran dengan kantor Indonesia Network Election Survei (INES) yang disebut berada di sana, Jumat, 18 Mei 2018. Namun, menurut Habiburokhman, salah seorang yang sedang duduk-duduk di kantor tersebut, pengurus INES sudah pulang kantor.

“Oh, iya, iya, itu (Oskar Vitriano, Direktur INES) teman. Saya pas kebetulan main ke sini. Kantor saya kebetulan di atas. Kalau ini kan after office jadi kita kumpul di sini. Jadi kalau mau cek dia (Oskar), ya, pas office hour saja,” jelas Habiburokhman, yang merupakan Ketua DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) besutan Prabowo Subianto.

Dari informasi yang diterima detikX, kantor yang dihuni INES juga merupakan markas Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu yang dipimpin Arief Poyuono. Bukan kebetulan juga bahwa Poyuono saat ini menjabat Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.

Seorang sumber detikX bahkan menyebut pemilik INES sebenarnya adalah Poyuono sendiri. “Dia (Arief Poyuono) pernah bilang ke saya pada 2013 lalu di Plaza Senayan kalau INES adalah miliknya,” ujar seorang peneliti di sebuah lembaga survei yang enggan namanya disebutkan.

Sebelumnya, Direktur INES Oskar Vitriano kepada detikX membenarkan alamatnya di Gedung Arva. Namun, saat ini mereka sedang mencari markas yang baru karena waktu sewa di ruko tersebut sudah habis. Dengan alasan itu juga ia meminta wawancara dengan detikXpada 8 Mei lalu dilakukan di luar kantor.

INES merupakan lembaga survei yang awal Mei lalu merilis hasil survei yang mengejutkan. Lembaga ini merilis jika pilres dilaksanakan hari ini, Prabowo akan mengungguli capres pertahana Joko Widodo. Presentasenya, Prabowo meraih 50,20 persen, Jokowi 27,70 persen, Gatot Nurmantyo 7,40 persen, dan tokoh lainnya 14,70 persen.

Sementara saat menggunakan pertanyaan tertutup, data INES juga menunjukkan Prabowo masih tetap unggul dengan perolehan suara di atas 54,50 persen. Sementara Jokowi mendapatkan 26,10 persen, Gatot Nurmantyo 9,10 persen, dan tokoh lain 10,30 persen.

Bukan hanya Prabowo yang hasilnya moncer di survei. Partai Gerindra yang didirikan mantan Danjen Kopassus tersebut juga meroket. Partai berlambang kepala garuda tersebut memuncaki hasil survei dengan angka 26,2 persen disusul PDI Perjuangan (14,3 persen), Golkar (8,2 persen), PKS (7,1 persen), Perindo (5,8 persen), PKB (5,7 persen), PAN (5,8 persen) , Demokrat (4,6 persen), PPP (3,1 persen), Nasdem (3,1 persen), Hanura (2,3 persen), PBB (2,1 persen), PKPI (0,9 persen),Berkarya (0,7 persen), Garuda (0,4 persen) dan PSI (0,1 persen).

Survei ini berbeda jauh dengan hasil survei lembaga-lembaga lain, yang masih menempatkan Jokowi di atas Prabowo. Namun, terkait hasil survei tersebut, Oskar mengatakan tidak ada yang aneh. Sebab elektabilitas seorang tokoh tergantung isu dan dinamika politik per hari. “Bisa saja kalau kita lakukan survei di waktu yang berbeda, hasilnya akan berbeda lagi. Dan itu nggak masalah,” beber Oskar.

Oskar juga menjelaskan, pengambilan sampling dilakukan 12-28 April 2018, dengan tehnik multi stage random sampling dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error (MoE) 2,5 persen. Dari 2.108 sampel yang diambil sebanyak 40 persen di Pulau Jawa. Sisanya di sejumlah provinsi di tanah air. “Dalam survei kita tidak memikirkan apa yang akan terjadi. Begitu kita tahu hasilnya suprise ternyata,” ucap Oskar.

Tapi survei kemudian mengundang pro dan kontra. Banyak yang tidak percaya dengan hasil survei itu. Bahkan ada tudingan jika INES berafiliasi dengan Partai Gerindra. "Soalnya sekarang bermunculan lembaga survei amatiran, memanfaatkan industri demokrasi yang sedang bersemi, menggunakan slogan yang super pragmatis, maju tak gentar membela yang bayar,” kata Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno.

Hendrawan juga meminta agar INES terang-terangan membeberkan afiliasinya dengan partai atau bakal capres tertentu. Ia juga meminta penjelasan lebih lanjut soal metode survei yang digunakan INES dalam menentukan elektabilitas bakal calon presiden 2019. Selain Hendrawan, politisi Golkar Ace Hasan juga menyangsikan hasil survei INES. “Ah, yang bener saja survei itu?" kata Ace singkat kepada wartawan.

Kecurigaan itu tidak lepas dari masa lalu INES yang sempat jadi perbincangan sebelumnya, yakni di Pilpres 2014, yang kala itu memenangkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Sementara hasil hitung cepat KPU memenangkan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.

Belum lagi ada suara sumbang dari sang mantan Direktur INES, Irwan Suhanto, yang menengarai ada oknum partai politik yang mengintervensi survei mantan lembaganya itu. Irwan yang keluar dari INES pada 20 Juni 2014 menceritakan hal itu pada acara diskusi kebebasan penyiaran quick count di kantor YLBHI, Jakarta, Rabu, 16 Juli, 2014. "(Setelah saya keluar dari INES) 12 Hari kemudian ada survei INES yang memenangkan Prabowo-Hatta," kata Irwan kala itu.

Dirinya lantas terheran-heran dengan kemunculan survei itu. Saat dirinya belum keluar dari INES, sama sekali tak terdengar adanya rencana menggelar survei. Menurutnya, tak mungkin survei dilaksanakan secepat itu, apalagi hanya dalam waktu 12 hari.

Namun demikian, Irwan tak menuduh adanya intervensi langsung dari Prabowo atau Partai Gerindra di INES. Dia malah menuding ada oknum di Gerindra yang melakukan rekayasa survei atau melakukan manipulasi survei untuk kepentingan partainya.

Tapi Poyuono yakin hasil survei INES terkini diyakini paling sahih. Survei lembaga lain dianggapnya ngawur. "Yang paling bener itu INES. Artinya INES jarang sekali mengeluarkan hasil surveinya, tapi tepat," ujar Arief, di Mess Aceh Amazing Hotel, Menteng, Minggu, 6 Mei.

Poyuono kemudian mencontohkan hasil survei yang dirilis INES pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Pada Pilkada DKI, hasil survei yang dirilis INES-lah yang mendekati dengan real count KPU. "Yang lainnya kan hasilnya ngawur. Nah, artinya boleh saya katakan lembaga survei yang sekarang ini memenangkan Jokowi itu juga kelihatannya ngawur. Yang paling bener, ya, INES," tuturnya.

Kepada detikX, Poyuono saat ditanya soal kepemilikan INES, mengakui jika lembaga survei tersebut dibentuk oleh Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu yang diketuai oleh dirinya. Dan yang melakukan survei pun para anggota serikat pekerja BUMN.

Menurut dia, secara historis INES didirikan oleh ketua-ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN pada 2012. Inisiatornya antara lain Haris Rusli, yang juga Aktivis Petisi 28, dan Gatot Serikat Tani Indonesia. Nah, saat Pilkada DKI Jakarta, sejumlah lembaga survei memenangkan Fauzi Bowo alias Foke sebagai yang maju sebagai cagub pertahana. Bahkan diprediksi Foke bisa menang satu putaran.

Karena penasaran, anggota Serikat Pekerja BUMN kemudian melakukan jajak pendapat ke sebanyak 600 warga Jakarta. Hasilnya, pasangan Jokowi-Ahok yang justru ada diperingkat atas survei. “Hasil survei yang memangkan Jokowi-Ahok sempat dibahas di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Saat itu media tidak menyoroti itu,” terang Poyuono.

Pasca Pilkada DKI Jakarta 2012, INES pun menjadi lembaga sendiri di luar Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu. INES kemudian di nahkodai Tri Widodo, Ketua Serikat Pekerja ASDP (Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan). Namun, saat ini Tri Widodo vakum karena mengikuti pendidikan di Lemhanas. “Sampai saat ini tidak ada nama saya di situ (INES). Dekat kan tidak berarti mempengaruhi,” sangkal Poyuono.

INES, lanjut Poyuono, sempat mendatangkan ahli bernama Gerard Sanders dari Stanford University, Amerika Serikat, untuk melakukan supervisi. Poyuono juga menyebut Sanders adalah tim kampanye Presiden Donald Trump. Sampai saat ini, INES pun masih mendapatkan bantuan dana dari pihak tersebut.

“Kita INES Stanford University kita datengin. Nah, INES dapat donornya dari sana. Makanya INES nggak terima pesanan. Lembaga donor. Dari Amerika lah. Mereka (INES) dapat setiap tahunnya berapa miliar rupiah. Mereka mengajukan proposal tiap tahun,” katanya.

Prabowo tahu tentang INES? “Ya nggak tahu, lah. Mana tahu,” kata Poyuono. Untuk memastikan benar tidaknya hasil survei INES, ia meminta menunggu sampai hasil pemilu tiba. Baru bisa diketahui INES atau lembaga survei lain yang sahih hasilnya. "Yang saya heran, lembaga survei yang dibilang mapan, tapi ketika salah mensurvei, tidak di-judge seperti INES," katanya.

Sementara itu, Oskar mengakui INES didanai oleh lembaga donor, namun ia enggan menyebutkannya. Namun, bantuan dananya tidak begitu besar. Sebagian dana untuk survei kali ini juga memakai pendapatan dari survei sebelumnya.

"(Dananya dari) Lembaga donor independen. Dan siapapun yang mendanai survei kita, tidak bisa mempengaruhi independensi survei. Cuma kalau ada pesanan-pesanan kita tidak terima," kata Oskar. Mengenai tenaga survei di lapangan, Oskar tak menyebut para anggota serikat pekerja BUMN. Ia hanya menyebut mereka terafiliasi dengan INES.

Link : https://x.detik.com/detail/investigasi/20180519/Antara-INES,-Gerindra,-dan-Dana-Miliaran-dari-Amerika/index.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar