TETAP SABAR & IKHLAS DALAM BERTUGAS PAK POLISI
#usuttuntas #polisiindonesia #polisisabar #humaspolri #ikhlasdansabar
TETAP SABAR & IKHLAS DALAM BERTUGAS PAK POLISI
#usuttuntas #polisiindonesia #polisisabar #humaspolri #ikhlasdansabar
Tuban - Dengan detail serta akademisi,
Miyadi, Ketua DPRD KabupatenTuban, Jawa Timur menyatakan tudingan LSM PIDRD itu
sangat tidak relevan dan mendasar. Pasalnya, secara regulasi pemberian tunjangan
perumahan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomer 18 Tahun 2021
pasal 15 tentang Hak Keuangan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
"Besaran
tunjangan perumahan mestinya disusun secara rasional dan transparan, seperti
yang tertuang dalam Permendagri Nomer 07 Tahun 2006 jo Permendagri Nomer 11
Tahun 2011 tentang kualifikasi rumah jabatan atau rumah dinas bagi Pimpinan dan
Anggota DPRD." tuturnya, Senin, 08 Agustus 2022.
Peraturan
Bupati tentang besaran tunjangan perumahan DPRD dibuat, lanjutnya, sudah barang
tentu mengacu kepada peraturan setingkatnya, seperti Peraturan Pemerintah (PP),
Peraturan Mentri Dalam Negeri (Permendagri) dan Peraturan Mentri Keuangan
(Permenkeu)
"Peraturan
Bupati dibuat setelah dilakukan kajian teknis dari lembaga yang kredibel untuk melakukan
perhitungan secara metodologis. Dan pada waktu itu ditunjuklah PT. Sucofindo sebagai
lembaga appraisal yang telah mendapat izin dari Kementrian Keuangan. Tentunya hal
tersebut sesuai dengan pasal 1 PermenkeuNomer 125 / PMK.01/2008 tentang jasa penilai
publik Jo. Permenkeu Nomer 101 / PMK. 01/2014." Jelas Politisi senior dari
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Sementara,
menanggapi adanya vlog video dalam channel youtube yang di sebarluaskan oleh
oknum LSM itu, Solaiman, Ketua LSM Barisan Patriot Peduli Indonesia (BPPI)
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kabupaten Tuban, menila terkesan hanya memainkan narasi
kepentingan tanpa di dasari pemahaman regulasi aturan dan data dokumentasi yang
lengkap.
Terbukti,
dalam video oknum yang mengakuketua LSM tersebut, ketika menyampaikan ingin memintai
nformasi dan klarifikasi soal tunjangan perumahanKetua dan Anggota DPRD, justru
malah membahas tentang Perbub 83 Tahun 2020.
"Padahal
Perbub itu ada acuan setingkatnya. Tapi tidak perlu disampaikan disini."
singkat Sulaiman, sembari tersenyum.
Tak
hanya itu, berdasarkan pengamatan, Joko Sutrisno S.H, LSM PIDRD dinilai belum
paham betul tentang system birokasi kepemerintahan. Sehingga, ketika menyikapi belanja
tunjangan perumahan untukKetua dan Anggota DPRD KabupatenTuban tahun 2021,
malah terkesan ngawur.
"Niatnya
baik, tapi caranya lucu. Main surat namun tidak sesuai alur konstitusi. Padahal
di Daerah ada PPID. Seharusnya, dipahami dulu Undang-Undang KIP baru bertindak.
Kalau seperti itu justru membahayakan dirinya sendiril ho, bisa-bisa malah terjerat
persoalan hukum atas ulahnya sendiri." ujar pria 40 Tahun yang akrab di panggil
Mbah Joko.
Lawyer
yang namanya moncer di Ibu Kota lantaran
sering bersidang dan berargumentasi di Mahkamah Konstitusi itu juga menghimbau kepada
seluruh rekan - rekan LSM maupun Aktifis di KabupatenTuban supaya tidak terprovokasi
atas isu tersebut.
"Semoga
tidak ada yang terprovokasi atas isu tersebut. Karena apa yang telah di sampaikannya
LSM itu dapat dikatakan suatu bentuk ujaran kebencian yang dilayangkan kepada jajaran
legislatif dan eksekutif yang ada di Tuban." pungkasnya.
Menurut Prof Nabil dari pemeriksaan sekitar satu bulan, ada kesamaan penyebab kematian kedua remaja itu. Mereka meninggal karena kekerasan benda tumpul, juga terjadi pendarahan di kedua korban. Serta terdapat patah tulang iga dan patah tulang dada.
“Itulah penyebab kematian mereka. Kalau pun mereka selamat, penanganannya harus cepat. Karena kondisi seperti itu. Jadi dari hasil pemeriksaan, tidak terdeteksi adanya gas air mata di kedua korban itu,” kata Prof Nabil saat ditemui di gedung Fakultas Hukum, Universitas Airlangga (Unair), Rabu (30/11/2022).
Ia mengaku mengalami kesulitan dalam melakukan autopsi. Sebab, saat pengambilan sample, korban itu dalam kondisi pembusukan. Sehingga, ia dan tim himpunan dokter forensik Indonesia hanya mengambil bagian tubuh yang masih utuh.
Namun ia memastikan jika hasil yang mereka keluarkan itu, dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan, hasil autopsi yang timnya itu lakukan, sudah diserahkan ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Nanti dalam persidangan mungkin dipanggil ahli dari BRIN untuk memastikan hasil yang kami berikan,” tegasnya.
Sayangnya, ia tidak mau menjelaskan secara gamblang hasil autopsi tersebut. Sebab, hasil detailnya akan dipaparkan dalam persidangan nanti. Pun dirinya juga enggan mengungkapkan bagian tubuh korban bagian mana saja yang diambil saat autopsi.
“Saya sekarang hanya bisa menjelaskan intinya saja. Detailnya saya berikan ke jaksa untuk materi persidangan nanti. Apa saja yang kami ambil kemarin, sudah dipaparkan dalam hasil autopsi. Di sana lengkap semua,” ungkapnya.
Sementara, Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Pakar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengatakan dalam peristiwa penyemprotan gas air mata ke tribun penonton bukan pelanggaran HAM, namun ada unsur kealpaan.
Berdasarkan analisis akademisi tidaklah mungkin jika aparat dalam tragedi Kanjuruhan itu sengaja membunuh.
“Kalau HAM jelas tidak mungkin, kemanusiaan itu bicara secara sistematis dan serangan itu harus dengan senjata, ini kan dengan gas air mata sehingga harus kita kesampingkan kasus ini adalah masuk HAM,”katanya.
Prof Didik juga menjelaskan dalam Tragedi Kanjuruhan Malang, polis tidak bisa dikenal pasal 340 KUHPidana dan 338 KUHPidana dikarenakan tidak ada unsur tersebut.
“Nah, sekarang bagaimana dengan pasal kealpaan. Teori pasal kealpaan ini bisa diterapkan dalam Tragedi Kanjuruhan. Gara-gara disemprot gas air mata terjadi kepanikan hingga berdesakan dan menimbulkan kematian,”terangnya.
“Siapa yang bisa disalahkan komandan yang memerintahkan penyemprotan itu. Karena anak buah tidak bisa, karena anak buahnya pasti akan tunduk, karena anak buah dilindungi pasal 51 KUHP. Dia melaksanakan perintah jabatan,”lanjutnya.
Ia menggarisbawahi terkait penyelenggaraan pertandingan. Sebab, di situ terjadi pembiaran hingga terjadinya over capacity. Prof Didik pun menyebut hal yang sangat penting adalah soal penyebab kepanikan.
“Apakah orang-orang panik karena disemprot, atau yang lain? Karena itu harus dibuktikan. Mungkin dari CCTV ataupun video amatir yang harus dikumpulkan, karena hukum pidana mencari kebenaran material tidak bisa parsial,” bebernya.